Makna Tokoh Punakawan dalam Wayang
Wayang, mungkin tidak asing lagi
di telinga kita. kebudayaan asli Indonesia yang merupakan ciptaan dari Sunan
Kalijaga. Wayang diciptakan Sunan Kalijaga sebagai metode dakwah islam agar
dekat dengan kehidupan masyarakat terdahulu.
Berikut ini saya akan memperkenalkan
beberapa tokoh wayang diantaranya tokoh Punakawan yang mungkin banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
1. Ki Lurah Semar (simbol
ketentraman dan keselamatan hidup)
Membahas Semar tentunya akan
panjang lebar seperti tidak ada titik akhirnya. Semar sebagai simbol Bapa manusia
Jawa. Bahkan dalam kitab Jangka Jayabaya, Semar digunakan untuk menunjuk
penasehat Raja-raja di tanah Jawa yang telah hidup lebih dari 2500 tahun. Dalam
hal ini Ki Lurah Semar tiada lain adalah Ki Sabdapalon dan Ki Nayagenggong, dua
saudara kembar penasehat spiritual Raja-raja. Sosoknya sangat misterius, seolah
antara nyata dan tidak nyata, tapi jika melihat tanda-tandanya orang yang
menyangkal akan menjadi ragu. Ki Lurah Semar dalam konteks Sabdapalon dan
Nayagenggong merupakan Bapa atau Dahyang-nya manusia Jawa. Menurut jangka
Jayabaya kelak saudara kembar tersebut akan hadir kembali setelah 500 tahun
sejak jatuhnya Majapahit untuk memberi pelajaran kepada momongannya manusia
Jawa (nusantara). Jika dihitung kedatangannya kembali, yakni berkisar antara
tahun 2005 hingga 2013. Maka bagi para satria momongannya Ki Lurah Semar ibarat
menjadi jimat; mung siji tur dirumat. Selain menjadi penasehat, punakawan akan
menjadi penolong dan juru selamat/pelindung tatkala para satria momongannya
dalam keadaan bahaya.
Dalam cerita pewayangan Ki Lurah Semar jumeneng sebagai seorang Begawan, namun ia sekaligus sebagai simbol rakyat jelata. Maka Ki Lurah Semar juga dijuluki manusia setengah dewa. Dalam perspektif spiritual, Ki Lurah Semar mewakili watak yang sederhana, tenang, rendah hati, tulus, tidak munafik, tidak pernah terlalu sedih dan tidak pernah tertawa terlalu riang. Keadaan mentalnya sangat matang, tidak kagetan dan tidak gumunan. Ki Lurah Semar bagaikan air tenang yang menghanyutkan, di balik ketenangan sikapnya tersimpan kejeniusan, ketajaman batin, kaya pengalaman hidup dan ilmu pengetahuan. Ki Lurah Semar menggambarkan figur yang sabar, tulus, pengasih, pemelihara kebaikan, penjaga kebenaran dan menghindari perbuatan dur-angkara. Ki Lurah Semar juga dijuluki Badranaya, artinya badra adalah rembulan, naya wajah. Atau Nayantaka, naya adalah wajah, taka berarti pucat. Keduanya berarti menyimbolkan bahwa Semar memiliki watak rembulan (lihat thread: Pusaka Hasta Brata). Dan seorang figur yang memiliki wajah pucat, artinya Semar tidak mengumbar hawa nafsu. Semareka den prayitna: semare artinya menidurkan diri, agar supaya batinnya selalu awas. Maka yang ditidurkan adalah panca inderanya dari gejolak api atau nafsu negatif. Inilah nilai di balik kalimat wani mati sajroning urip (berani mati di dalam hidup). Perbuatannya selalu netepi kodrat Hyang Widhi (pasrah), dengan cara mematikan hawa nafsu negatif. Sikap demikian akan diartikulasikan ke dalam sikap watak wantun kita sehari-hari dalam pergaulan, “pucat’ dingin tidak mudah emosi, tenang dan berwibawa, tidak gusar dan gentar jika dicaci-maki, tidak lupa diri jika dipuji, sebagaimana watak Badranaya atau wajah rembulan.
2. Nala Gareng
Nala adalah hati, Gareng (garing) berarti kering, atau gering, yang berarti menderita. Nala Gareng berarti hati yang menderita. Maknanya adalah perlambang “laku” prihatin. Namun Nala Gareng diterjemahkan pula sebagai kebulatan tekad. Dalam serat Wedhatama disebutkan gumeleng agolong-gilig. Merupakan suatu tekad bulat yang selalu mengarahkan setiap perbuatannya bukan untuk pamrih apapun, melainkan hanya untuk netepi kodrat Hyang Manon. Nala Gareng menjadi simbol duka-cita, kesedihan, nelangsa. Sebagaimana yang tampak dalam wujud fisik Nala Gareng merupakan sekumpulan simbol yang menyiratkan makna sbb:
Nala adalah hati, Gareng (garing) berarti kering, atau gering, yang berarti menderita. Nala Gareng berarti hati yang menderita. Maknanya adalah perlambang “laku” prihatin. Namun Nala Gareng diterjemahkan pula sebagai kebulatan tekad. Dalam serat Wedhatama disebutkan gumeleng agolong-gilig. Merupakan suatu tekad bulat yang selalu mengarahkan setiap perbuatannya bukan untuk pamrih apapun, melainkan hanya untuk netepi kodrat Hyang Manon. Nala Gareng menjadi simbol duka-cita, kesedihan, nelangsa. Sebagaimana yang tampak dalam wujud fisik Nala Gareng merupakan sekumpulan simbol yang menyiratkan makna sbb:
Mata Juling:
Mata sebelah kiri mengarah ke atas
dan ke samping. Maknanya Nala Gareng selalu memusatkan batinnya kepada Hyang
Widhi.
Lengan Bengkok atau cekot/ceko :
Melambangkan bahwasannya manusia
tak akan bisa berbuat apa-apa bila tidak berada pada kodrat atau kehendak Hyang
Widhi.
Kaki Pincang, jika berjalan
sambil jinjit :
Artinya Nala Gareng merupakan
manusia yang sangat berhati-hati dalam melangkah atau dalam mengambil
keputusan. Keadaan fisik nala Gareng yang tidak sempurna ini mengingatkan bahwa
manusia harus bersikap awas dan hati-hati dalam menjalani kehidupan ini karena
sadar akan sifat dasar manusia yang penuh dengan kelemahan dan kekurangan.
Mulut Gareng :
Mulut gareng berbentuk aneh dan
lucu, melambangkan ia tidak pandai bicara, kadang bicaranya sasar-susur
(belepotan) tak karuan. Bicara dan sikapnya serba salah, karena tidak merasa
percaya diri. Namun demikian Nala Gareng banyak memiliki teman, baik di pihak
kawan maupun lawan. Inilah kelebihan Nala Gareng, yang menjadi sangat
bermanfaat dalam urusan negosiasi dan mencari relasi, sehingga Nala Gareng
sering berperan sebagai juru damai, dan sebagai pembuka jalan untuk negosiasi.
Justru dengan banyaknya kekurangan pada dirinya tersebut, Nala Gareng sering
terhindar dari celaka dan marabahaya.
3. Petruk Kanthong Bolong
Ki Lurah Petruk adalah putra dari
Gandarwa Raja yang diambil anak oleh Ki Lurah Semar. Petruk memiliki nama
alias, yakni Dawala. Dawa artinya panjang, la, artinya ala atau jelek. Sudah
panjang, tampilan fisiknya jelek. Hidung, telinga, mulut, kaki, dan tangannya
panjang. Namun jangan gegabah menilai, karena Lurah Petruk adalah jalma tan
kena kinira, biar jelek secara fisik tetapi ia sosok yang tidak bisa
diduga-kira. Gambaran ini merupakan pralambang akan tabiat Ki Lurah Petruk yang
panjang pikirannya, artinya Petruk tidak grusah-grusuh (gegabah) dalam
bertindak, ia akan menghitung secara cermat untung rugi, atau resiko akan suatu
rencana dan perbuatan yang akan dilakukan. Petruk Kanthong Bolong,
menggambarkan bahwa Petruk memiliki kesabaran yang sangat luas, hatinya bak
samudra, hatinya longgar, plong dan perasaannya bolong tidak ada yang
disembunyikan, tidak suka menggerutu dan ngedumel.
Petruk Kanthong Bolong wajahnya
selalu tersenyum, bahkan pada saat sedang berduka pun selalu menampakkan wajah
yang ramah dan murah senyum dengan penuh ketulusan. Petruk mampu menyembunyikan
kesedihannya sendiri di hadapan para kesatria bendharanya. Sehingga kehadiran
petruk benar-benar membangkitkan semangat dan kebahagiaan tersendiri di tengah
kesedihan. Prinsip “laku” hidup Ki Lurah Petruk adalah kebenaran, kejujuran dan
kepolosan dalam menjalani kehidupan. Bersama semua anggota Punakawan, Lurah
Petruk membantu para kesatria Pandhawa Lima (terutama Raden Arjuna) dalam
perjuangannya menegakkan kebenaran dan keadilan.
4. Bagong
Bagong adalah anak ketiga Ki
Lurah Semar. Secara filosofi Bagong adalah bayangan Semar. Sewaktu Semar
mendapatkan tugas mulia dari Hyang Manon, untuk mengasuh para kesatria yang
baik, Semar memohon didampingi seorang teman. Permohonan Semar dikabulkan Hyang
Maha Tunggal, dan ternyata seorang teman tersebut diambil dari bayangan Semar
sendiri. Setelah bayangan Semar menjadi manusia berkulit hitam seperti rupa
bayangan Semar, maka diberi nama Bagong. Sebagaimana Semar, bayangan Semar
tersebut sebagai manusia berwatak lugu dan teramat sederhana, namun memiliki
ketabahan hati yang luar biasa. Ia tahan menanggung malu, dirundung sedih, dan
tidak mudah kaget serta heran jika menghadapi situasi yang genting maupun
menyenangkan. Penampilan dan lagak Lurah Bagong seperti orang dungu. Meskipun
demikian Bagong adalah sosok yang tangguh, selalu beruntung dan disayang
tuan-tuannya. Maka Bagong termasuk punakawan yang dihormati, dipercaya dan
mendapat tempat di hati para kesatria. Istilahnya bagong diposisikan sebagai
bala tengen, atau pasukan kanan, yakni berada dalam jalur kebenaran dan selalu
disayang majikan dan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar